Ketakutan yang Membelenggu Guru, Karakter yang Kian Terabaikan


jalanlain.com - Sahabat Guru Indonesia.
Saat ini, kita menyaksikan sebuah ironi yang pahit di dunia pendidikan. Di media sosial, video-video parodi yang menyindir ketakutan guru dalam menegur atau mendisiplinkan siswa menjadi viral. Adegan-adegan lucu yang menampilkan guru memilih bungkam atau tak peduli ketika muridnya berperilaku buruk, sebenarnya mencerminkan realitas yang memprihatinkan: guru semakin kehilangan kewenangan dalam mendidik. Mereka takut menyentuh batas karena dikhawatirkan akan dilaporkan oleh wali murid, bahkan mungkin dituduh berbuat kasar.

Fenomena ini bukanlah masalah sederhana. Guru yang dulunya dianggap sebagai sosok yang dihormati, kini harus menanggung tekanan dan kecurigaan yang tak beralasan. Hal ini mengubah peran guru dari seorang pembimbing menjadi sekadar pemberi materi. Akibatnya, pendidikan bukan lagi tentang penanaman nilai, tetapi hanya tentang pemenuhan kurikulum semata.

Perlu dicatat bahwa teguran atau tindakan disiplin tidak selalu berarti kekerasan. Tentu saja, kita harus mengutuk segala bentuk kekerasan, terutama terhadap anak-anak. Namun, antara menegur dengan penuh kasih sayang dan melakukan kekerasan fisik, ada batas jelas yang harus kita pahami. Guru yang menegur murid karena melanggar aturan atau bersikap tidak sopan melakukannya bukan untuk menindas, melainkan untuk mengajarkan nilai-nilai disiplin dan tanggung jawab. Sayangnya, banyak orang tua dan masyarakat luas kini seolah memandang disiplin sebagai tindakan represif. Ketakutan guru atas ancaman laporan hukum ini telah menggerogoti fondasi pendidikan itu sendiri.

Di satu sisi, pergeseran ini menunjukkan bagaimana kekuatan hukum dan advokasi untuk melindungi anak semakin menguat. Namun di sisi lain, kekuatan ini juga bisa melampaui batas jika diterapkan tanpa kebijaksanaan. Memberikan ruang aman bagi anak-anak di sekolah adalah keharusan, tetapi itu tidak boleh mengorbankan otoritas guru untuk mendidik. Sebaliknya, ketika anak-anak bebas melakukan tindakan seenaknya tanpa khawatir akan konsekuensi, kita sebenarnya sedang menciptakan generasi yang tidak memiliki rasa hormat dan tanggung jawab.

Situasi ini juga mencerminkan ketidakseimbangan antara hak dan tanggung jawab di lingkungan pendidikan. Siswa, yang seharusnya juga memiliki kewajiban untuk menghormati guru dan aturan, malah diberikan perlindungan absolut yang bahkan melebihi batas. Ketika setiap tindakan disiplin kecil dianggap sebagai pelanggaran hak, guru pun tersudutkan. Mereka berada dalam kondisi serba salah: jika mendisiplinkan, mereka takut dilaporkan; jika membiarkan, mereka dikhawatirkan tidak mendidik dengan baik. Lingkaran ketakutan ini membuat guru perlahan-lahan kehilangan fungsi utamanya sebagai pendidik yang bisa membimbing dan mendisiplinkan anak-anak.

Kondisi ini juga menciptakan dampak berbahaya bagi siswa itu sendiri. Mereka tumbuh dalam sistem yang tidak lagi memberi batasan jelas. Tindakan-tindakan yang seharusnya ditegur kini dibiarkan, bahkan dianggap wajar. Mereka tidak lagi belajar bahwa konsekuensi adalah bagian dari kehidupan. Alih-alih memahami bahwa perilaku yang salah akan menghasilkan reaksi yang negatif, anak-anak ini malah dibiasakan dengan kebebasan yang tak terkendali.

Pemerintah dan masyarakat perlu menyadari bahaya dari pergeseran ini. Pendidikan tidak semata-mata tentang mentransfer pengetahuan akademik, melainkan tentang pembentukan karakter, moral, dan etika. Jika kita mengabaikan peran guru dalam mendidik karakter karena ketakutan yang berlebihan terhadap hukum, maka kita sebenarnya sedang menggali jurang bagi generasi masa depan.

Sudah saatnya kita meninjau ulang aturan-aturan yang mungkin membelenggu guru dan menempatkan mereka dalam posisi rentan. Siswa perlu dilindungi, namun tidak sampai pada titik di mana perlindungan tersebut justru menciptakan lingkungan yang mengabaikan disiplin dan nilai moral. Guru membutuhkan ruang aman untuk menegakkan pendidikan karakter tanpa harus dihantui ketakutan akan ancaman hukum yang berlebihan.

Kritik ini bukan untuk menyalahkan sepihak, tetapi untuk mengajak semua pihak — pemerintah, masyarakat, dan wali murid — untuk melihat kembali esensi pendidikan yang sesungguhnya. Karena jika tidak, kita sedang menuju dunia pendidikan yang hampa nilai. Di mana guru takut mendidik, dan generasi muda tumbuh tanpa panduan moral yang jelas.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari jalanlain.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Guru Indonesia", caranya klik link https://t.me/guruindonesiagroup, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Posting Komentar untuk "Ketakutan yang Membelenggu Guru, Karakter yang Kian Terabaikan"